Pendakian Tahun 2014
* oleh SANTHY TRI WIDIANTHY (peserta lomba menulis pengalaman mendaki gunung 2014)
Ini adalah perjalanan saya dari satu puncak ke puncak yang lain di Indonesia dalam separuh waktu pada tahun 2014. Perjalanan ini saya mulai dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kabupaten Cianjur dan ditutup dengan Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat.
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango via Cibodas
Pada tanggal 3-4 Mei 2014, saya mendaki bersama 15 orang lainnya. Ini bukan kali pertama saya mendaki Gunung Pangrango (3.019 m dpl). Di tahun 2010 saya kesana dengan tujuan Gunung Gede (2.958 m dpl). Terdapat 3 jalur resmi, jalur cibodas, jalur putri dan jalur salabintana.
Hingga kini jalur cibodas masih menjadi favorit para pendaki karena masih terdapat jalanan yang landai dan berbatu. Hutan heterogen akan menemani pendaki sepanjang perjalanan dan pada jalur ini pendaki akan melewati shelter air panas. Pada shelter ini disarankan agar semua pendaki meningkatkan kewasdapaan terhadap langkahnya, karena jalur ini akan disuguhkan air yang panas, batu licin dan jurang pada kanan jalan. Diusahakan agar tidak terpisah dari rombongan dan tetap merapat ke dinding tebing.
Tepat pukul 04.00 wib, kami memulai pendakian dengan membagi 2 tim. Saya berada di tim 1 sebagai advent bersama 3 teman lainnya (Indra, Khalid dan Decky). Pemandu di tim 2 yaitu Guruh Wisnu Wardhana. Saya tiba di shelter Kandang Badak setelah 5 jam berjalan. Saya kembali turun menjemput teman-teman yang masih berada dibawah dan menggantikan membawa daypack sebagian dari mereka. Setelah semua tiba di shelter ini, kami membagi tugas.
Saya dan 11 orang lainnya melanjutkan perjalanan ke Puncak Pangrango. Dan peserta sisanya menunggu di tenda. Perjalanan ini dimulai dengan memberikan pengetahuan mengenai flora sepanjang jalur. Antusias, itu yang ada pada mereka. Meskipun pendakian terhitung lambat, namun kami menikmatinya. Cuaca saat itu cerah. Meski begitu kami tidak senantiasa berjalan terpisah karena jalur menuju Puncak Pangrango masih belum begitu jelas. Banyak percabangan disetiap jalan. Akar dan dahan pohon memenuhi jalur. Terkadang kami harus menunduk hingga memanjat batang pohon yang melintang.
Waktu tiba di Puncak Pangrango memang melewati batas perencanaan yang terjadwal pukul 14.00 wib, kami tiba 1 jam lebih lama. Cuaca mulai berkabut. Tidak diperkenankan untuk berlama-lama berada diatas puncak, kami segera kembali ke shelter kandang badak. Foto di tugu triangulasi pangrango sudah kami simpan di kamera masing-masing. Dan kini kami mulai berjalan turun. Ini adalah pendakian perdana mereka, sehingga perlu waktu yang lebih banyak hingga tiba di shelter kandang badak. Kondisi mereka sedikit mengkhawatirkan. Kelelahan penyebab utama kendala kami.
Dipertengahan jalan, saya dan Decky mengambil keputusan untuk berjalan lebih dulu agar dapat memasak makanan untuk semua peserta. Tugas pemandu diambil alih oleh Guruh. Setibanya di shelter kandang badak, saya memasak bersama teman-teman yang berada di tenda. Sejam berlalu, akhirnya mereka tiba. Makan malam bersama, dan segera beristirahat.
Hari Minggu, 4 Mei 2014, saya bangun lebih awal untuk mempersiapkan perbekalan teman-teman yang mendaki ke Puncak Gede. Mereka berjumlah 6 orang dan mendaki dimulai pukul 08.00 wib dipandu oleh Guruh. Ggiliran saya untuk menjaga tenda. Tepat pukul 12.00 wib, kami kembali berkumpul untuk makan siang dan berbagi cerita selama pendakian. Makan siang selesai, lalu mulai mempersiapkan diri untuk kembali turun melewati jalur yang sama. Kami tiba di pos rasamala (cibodas) pukul 18.00 wib. Dan tiba kembali di sekretariat Rumpalas pukul 21.00 wib. Alhamdulillah, semua kembali dengan selamat dan tidak kurang satu apapun.
Anggaran Penggunaan Dana:
- Simaksi Pendakian Rp. 7.500/orang;
- Transportasi Rp. 650.000/mobil, dan
- Konsumsi dan logistik Rp. 2.000.000 untuk 16 orang (5x makan).
Taman Nasional Gunung Merbabu via Wekas
Pada tanggal 8-9 Juni 2014, saya kembali melangkahkan kaki. Kali ini pilihan saya jatuh pada Puncak Kheteng Songo (3.142 m dpl) via Wekas. Jalur wekas merupakan jalur pilihan banyak pendaki. Jalur ini akan sedikit menanjak, tetapi masih diteduhkan oleh pepohonan. Dan biasanya pendaki akan menikmati ‘golden sunset’ di pos 2, sebelum melanjutkan pendakian hingga kepuncak. Fauna di jalur ini sesekali dapat ditemui, seperti tikus hutan, kera, dan burung.
Sepanjang jalur akan terlihat pipa air yang yang terpasang hingga kerumah warga Wekas. Pendakian kali ini, saya bersama 4 orang lainnya. 3 orang diantaranya adik-adik Rumpalas. Perjalanan dimulai dengan menggunakan kereta. Saya pergi lebih awal di hari Jumat tanggal 6 Juni 2014, disusul 1 orang (Thopa) yang berangkat pada siang hari tanggal 7 Juni 2014. Dan sisanya berangkat pada malam hari di tanggal yang sama. Keberangkatan yang berbeda dikarenakan saya yang mengatur akomodasi selama perjalanan dan sisanya masih harus menyelesaikan kewajiban di sekolahnya.
Kami berkumpul di Stasiun Tugu, Jogjakarta pada hari Minggu tanggal 8 Juni 2014. Setelah sarapan, kami bergegas menuju pintu masuk Taman Nasional Gunung Merbabu. Kami menggunakan kendaraan umum, yaitu: bus transjogja (tujuan terminal jombor), bus ekonomi (jurusan semarang), metromini (jurusan salatiga) dan angkutan motor (pintu masuk pendakian). Tiba di pos pendakian pukul 11.30 wib. Saya membuat simaksi, sedangkan mereka beristirahat sembari mempersiapkan diri untuk pendakian. Tepat di pukul 12.00 wib kami memulai pendakian.
Pendakian direncanakan 2 hari 1 malam, bermalam di pos 2. Seperti sebelumnya saya memberikan pengetahuan tentang Taman Nasional Gunung Merbabu kepada adik-adik Rumpalas. Kendala muncul dari salah satu adik Rumpalas (Anto) yang mengalami kram pada kakinya. Perjalanan akhirnya dilanjutkan. Dan saya yang membawa carrier milik Anto hingga ke pos 2. Setibanya di pos 2, kami membangun tenda, memasak, dan makan malam sambil menikmati ‘golden sunset’. Cuaca saat pendakian cerah. Di hari Senin tanggal 9 Juni 2014, tepat pukul 06.30 wib, kami kembali mendaki dengan tujuan Puncak Kheteng Songo.
Saya bertugas sebagai boomber. Sepanjang pendakian hingga ke tugu triangulasi pemancar masih berupa pepohonan tinggi dan bebatuan. Tidak terdapat trek bonus disini. Setelah itu, jalurnya mulai naik dan turun. Hanya bunga edelwies, awan, dan tanah yang sedikit berpasir yang nampak sepanjang mata memandang. Untuk mencapai puncak kami harus melewati beberapa bukit, hingga bertemu jalur yang dinamai ‘peheng putih/jembatan setan’. Jalur ini berbentuk tebing batu sepanjang 150 meter. Untuk melewatinya harus bergantian dan tetap waspada terhadap langkah dan pegangan tangan di batu. saya melewatinya lebih dulu, kemudian mengarahkan peserta satu per satu.
Tibalah kami di puncak Kheteng Songo dan pemandangan Gunung Merapi sangat jelas terlihat. Kami mengambil beberapa foto, dan kembali menuju pos 2. Kami sempat beristirahat makan siang diperjalanan. Pukul 13.00 wib kami tiba di pos 2. Saya segera memasak, sedangkan teman-teman lain bersiap untuk perjalanan pulang. Kami makan siang sembari bercerita tentang pendakian hingga ke puncak. Setelah semua selesai disiapkan, kami berjalan kembali ke camp wekas dan bermalam disana. Hari Selasa tanggal 10 Juni 2014, kami kembali ke Jogjakarta. Setibanya di malioboro, kami menginap di salah satu hotel disana. Kemudian kami menikmati hari yang panjang di Malioboro.
Pada hari Rabu tanggal 11 Juni 2014, tepat di pukul 14.30 wib kami kembali ke Bogor. Kami menggunakan transportasi pesawat, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan angkutan umum damri. Tiba di Bogor kami bersama-sama menuju sekretariat Rumpalas dengan menggunakan taksi. Pukul 22.00 wib saya tiba dirumah, dan begitu pula dengan ke 4 orang lainnya. Alhamdulillah, semua kembali dengan selamat dan tidak kurang satu apapun.
Anggaran Penggunaan DanaPemberangkatan:
- Simaksi Pendakian Rp. 4.000/orang;
- Transportasi Kereta Rp. 170.000/orang;
- Transportasi Transjogja Rp. 3.000/orang;
- Transportasi bus ekonomi jurusan terminal magelang Rp. 10.000/orang;
- Transportasi metromini jurusan salatiga (wekas) Rp. 7.000/orang;
- Transportasi motor sewa Rp. 25.000/motor, dan
- Konsumsi dan logistik Rp. 600.000 untuk 5 orang (5x makan selama pendakian).
Anggaran Penggunaan Dana Kembali Ke Bogor:
- Transportasi Transjogja Rp. 3.000/orang;
- Transportasi bus ekonomi jurusan terminal jombor Rp. 10.000/orang;
- Transportasi metromini jurusan terminal magelang Rp. 7.000/orang;
- Transportasi pesawat Rp. 450.000/orang (sudah termasuk pajak bandara);
- Transportasi damri Rp. 40.000/orang;
- Transportasi taksi Rp. 100.000/mobil;
- Biaya Hotel Rp. 250.000/kamar/hari, dan
- Konsumsi dan logistik Rp. 500.000 untuk 5 orang (4x makan selama di Jogjakarta).
Taman Nasional Gunung Halimun Salak via Javana Spa
Pendakian ini dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2014 – 01 Agustus 2014. Saya bersama Decky, Wisnu dan Hangga mulai bersiap untuk pendakian pada hari Jumat di tanggal 31 Juli 2014. Kami sudah pernah mendaki ke Gunung Salak dengan tujuan lintas alam. Tapi kali ini, tujuan kami hingga puncak salak 1.
Pukul 19.00 wib kami berkumpul di rumah saya untuk memeriksa kembali logistik dan bahan makanan yang akan dibawa. Setelah semua siap, kami mulai berangkat menuju pintu masuk Taman Nasional Gunung Halimun Salak via Javana Spa, Cidahu, Kab. Sukabumi.
Perjalanan kali ini ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua. Butuh 2 jam hingga kami tiba di pos pendakian. Kendaraan kami titipkan di pos seperti para pendaki lainnya. Sementara teman-teman meregangkan badan, saya mengurus simaksi perjalanan. Tepat di hari Sabtu tanggal 1 Agustus 2014 pukul 00.00 wib, kami mulai mendaki. Tujuan pertama yaitu shelter bajuri.
Pendakian berawal dari jalan aspal yang menanjak. Hingga tiba digerbang pendakian, kami bertemu dengan pendaki lain yang menginap di dekat gerbang. Berbincang sebentar, kemudian kami melanjutkan perjalanan. Pendakian pada malam hari sebaiknya dihindari para pendaki, karena selain minimnya keselamatan selama pendakian, pendakian malampun akan lebih melelahkan karena harus berbagi oksigen dengan flora yang ada. Akan tetapi, pendakian malam boleh saja dilaksanakan apabila pendaki sudah mengenal medan pendakian, pendaki memahami kondisi badan diri sendiri dan teman-temannya, serta logistik pendaki memenuhi standar pendakian.
Sepanjang jalur yang berbatu dan licin membuat kami lebih berhati-hati. Tanaman yang rindang sesekali menyentuh kepala kami. Pendakian ke gunung salak sebaiknya dilakukan pada musim kemarau, karena apabila pendakian pada musim penghujan, maka jalur pendakian berubah menjadi jalur air yang ketinggian airnya bisa sampai sepinggang orang dewasa. Pukul 02.00 wib kami tiba di shelter bajuri.
Pendaki dapat membangun 1-2 tenda disini. Dari shelter ini, perjalanan menurun dan kembali menanjak yang lebih ekstrim dari sebelumnya. Pukul 12.30 wib kami tiba di puncak salak 1. Terdapat beberapa pendaki yang menginap disana. Kami mengambil beberapa foto dan menyempatkan diri untuk makan siang. Pukul 14.00 wib kami kembali turun. Tiba di shelter bajuri pukul 17.30 wib. Bersantai sambil memasak dan makan malam disana. Pukul 20.00 wib kami berjalan kembali menuju pos pendaftaran dengan jalur yang sama. Pendakian ini begitu singkat. Namun kami menikmati setiap langkahnya. Pukul 00.00 wib kami sudah tiba kembali di rumah masing-masing. Alhamdulillah, semua kembali dengan selamat dan tidak kurang satu apapun.
Anggaran Penggunaan Dana:
- Simaksi Pendakian Rp. 5.000/orang;
- Jasa parkir kendaraan Rp. 10.000/motor/malam;
- Transportasi kendaraan roda dua Rp. 40.000/motor, dan
- Konsumsi dan logistik Rp. 250.000 untuk 4 orang (4x makan).
Taman Nasional Gunung Rinjani via Sembalun
Pendakian ini saya tempuh untuk mengibarkan bendara merah putih tepat di tanggal 17 Agustus 2014. Saya dan teman saya (Ridwan) berangkat pada hari Kamis tanggal 14 Agustus 2014. Persiapan pendakian ini sudah selama 1 tahun. Dan akhirnya, kami jadi juga berangkat menuju Lombok.
Kami terbang menuju Mataram Lombok pada malam hari. Hingga kami tiba di Sembalun pada hari Jumat tanggal 15 Agustus 2014 pukul 02.00 wita. Kami menginap di rumah sang porter (Pak Nana). Sempat berbincang mengenai pendakian yang akan berlangsung pagi harinya, kemudian kami beristirahat maksimal. Pukul 07.00 wita kami mengawali pendakian dengan diantar oleh kendaraan roda dua sampai di batas kawasan konservasi.
Sebelumnya kami mengisi simaksi di Balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Dan mulailah pendakian. Pada awalnya, kami akan mendaki dengan 2 orang lainnya yang berasal dari Jogjakarta. Namun dikarenakan sesuatu hal, maka kami memutuskan untuk berjalan lebih dulu dibanding mereka. Sang porter berjalan sangat cepat, dan kami hanya berjalan santai menikmati sepanjang jalur savanna gunung rinjani.
Pendakian sangatlah ramai. Semua pendaki mempunyai tujuan yang sama. Mengibarkan kemerdekaan di puncak tertinggi ke-3 di Indonesia. Pendakian mulai menanjak setelah melewati pos 1, kemudian terus menanjak hingga menemui jalur yang bernama ‘tanjakan penyesalan’. Tanjakan ini sangatlah dasyat. Tidak terdapat jalur menurun ataupun landai. Debu yang berterbangan memaksa kami selalu menggunakan ruff atau slayer. Cuaca berkabut saat itu.
Hingga pukul 17.00 wib kami sampai di shelter plawangan sembalun, muncullah matahari dan ia membuat pemandangan indah yang memanjakan mata. Kami disuguhkan makanan yang dimasak Pak Nana. Terbiasa memasak selama pendakian, kini saya yang menikmati masakan orang lain.
Setelah makan malam, kami beristirahat. Pendakian menuju puncak di mulai pukul 00.00 wita pada hari Sabtu tanggal 16 Agustus 2014. Pendakian bersama ratusan orang dengan tujuan yang sama. Jalur kerikil dan pasir membuat langkah kami terhambat. Antrian memanjang dari bawah ke atas. Layaknya mengantri di SPBU, kamipun setia menunggu hingga akhirnya dipertengahan jalan kami sudah mulai melihat sinar matahari. Dan puncak rinjani masih jauh terlihat.
Saat kami menemui jalur menanjak, berkerikil, berpasir dan licin itu membuat Adoel menyerah. Disaat itu saya memeriksa logistik yang dibawa. Saya menemukan buah pear. Kami beristirahat sejenak dan memakan pear. Itulah dimana kami berbincang, dan saya berusaha menyemangati Adoel. Hingga akhirnya, tepat pukul 10.00 wita saya sampai di puncak tertinggi ke-3 di Indonesia bersama Adoel. Matahari terasa semakin panas. Kami kembali turun ke plawangan sembalun pukul 11.00 wita.
Dipertengahan jalan saya membuka sepatu, dan berjalan hanya beralaskan kaos kaki. Saya tidak terbiasa menggunakan sepatu, sehingga perjalanan dengan sepatu seperti itu membuat lambat langkah kaki saya. Saya tiba di plawangan sembalun 30 menit lebih lama dibanding Adoel. Sesampainya di plawangan, kami segera mengganti pakaian, makan malam dan istirahat. Malam hari saya terkena demam.
Saya segera mengkonsumsi obat penurun panas badan. Ketika Adoel terbangun karena kram tangan. Kami berdiskusi mengenai rencana perjalanan menuju Danau Segara Anak. Dengan banyak pertimbangan dan sangat berat hati, kami urungkan rencana kami. Kami memutuskan kembali turun hari Minggu tanggal 17 Agustus 2014. Keputusan yang sangat bijaksana ini kami pilih dengan sadar diri. Akhirnya, kami kembali turun melalui jalur sembalun.
Hari Senin tanggl 18 Agustus 2014, kami mengganti kekecewaan dengan mengunjungi pantai Kuta di Mataram. Hari Selasa tanggal 19 Agustus 2014, kami kembali ke Bogor. Alhamdulillah, semua kembali dengan selamat dan tidak kurang satu apapun.
Anggaran Penggunaan Dana:
- Simaksi Pendakian Rp. 20.000/orang;
- Transportasi pesawat dan pajak bandara (pp) Rp. 1.785.000/orang;
- Transportasi bus damri (pp) Rp. 85.000/orang;
- Transportasi jasa mobil Rp. 1.000.000/mobil;
- Jasa poreter Rp. 600.000/4 hari 3 malam, dan
- Konsumsi dan logistik Rp. 1.500.000 untuk 3 orang (9x makan).
Ini menjadi pengalaman pendakian yang berarti untuk saya sepanjang tahun 2014. Manajemen perjalanan yang baik adalah kunci utama kesuksesan dalam mendaki. Butuh kesadaran dan kebijaksanaan yang tinggi selama perjalanan demi keselamatan pendaki itu sendiri. Jadilah pendaki yang baik, disiplin dan bertanggungjawab. Bawalah turun sampahnya. Keangungan Tuhan tidak akan lenyap selama kita menjaganya dengan rasa syukur.
Sumber:http://pendakigunung.org/?p=126
Tidak ada komentar:
Posting Komentar